Portal Berita Islam Terpercaya

Sabtu, 18 Februari 2017

Tak Ada yang Dirugikan Bila Ahok Dinonaktifkan sebagai Gubernur

[MuslimCyber.id] JAKARTA – Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menilai tidak ada pihak yang harus merasa rugi bila Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diberhentikan sementara (nonaktif) dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta karena menyandang status terdakwa kasus dugaan penistaan agama.

Menurut Bivitri, hal ini karena posisi Ahok akan digantikan wakilnya Djarot Saiful Hidayat sebagai pelaksana tugas (Plt) yang akan menjalankan roda pemerintahan di DKI Jakarta.

"Sebenarnya tidak ada yang kalah, tidak ada yang dirugikan. Karena nanti yang jadi pelaksana tugas (plt) adalah wakilnya, bukan Pak Soni (Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Sumarsono). Tidak ada fraksi politik yang dirugikan," kata Bivitri dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2/2017).

Dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam perkara dugaan penistaan agama, Ahok didakwa dengan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara. Selain itu, Ahok juga didakwa dengan Pasal 156 a soal Penodaan Agama yang ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara.

Menurut Bivitri dalam undang-undang tersebut, kewenangan untuk menonaktifkan gubernur ada di tangan Presiden Joko Widodo, sehingga semestinya Jokowi yang menonaktifkan Ahok dari kursi gubernur.

Bivitri menambahkan meski telah diberhentikan sementara, Ahok maupun pendukungnya bisa menggugat keputusan pemerintah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Kalau ada yang tidak setuju silakan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena wewenang tertinggi untuk menafsirkan hukum adalah pengadilan," pungkasnya. (okezone)

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.