Naikkan Pajak Bumi Terlalu Tinggi, Presiden Gagal Menahan Laju Kenaikan Haga Lahan di Kota
MuslimCyber.id - Generasi milenium Indonesia yang hidup di perkotaan dipastikan tidak mampu memiliki hunian sendiri. Pasalnya, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal menahan laju kenaikan harga lahan di kota yang berkisar 20 persen sampai 25 persen per tahun.
Ketua Umum Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono menjelaskan, hal itu akibat kebijakan pemerintah yang menaikkan pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sangat tinggi di Jakarta. Kemudian akibat sektor properti hunian di Jakarta dan kota-kota besar lain dijadikan semacam produk di pasar modal dengan melakukan bubble harga hunian properti oleh para mafia pengembang, yang berakibat tingginya harga properti. Lalu akibat bunga pinjaman kredit perbankan untuk sektor properti yang sangat tinggi di atas 12 persen dibandingkan negara-negara di Asean. Dan ditambah tingkat kenaikan pendapatan masyarakat yang makin menurun dan tergerus oleh inflansi dan nilai tukar rupiah yang makin jeblok terhadap dolar Amerika Serikat.
"Hancurnya industri bahan baku untuk sektor properti akibat deindustrialisasi yang terjadi. Maka menyebabkan 70 persen bahan baku untuk pengembangan properti belum mengunakan bahan baku lokal alias masih harus impor, seperti furniture, besi dan lainnya," beber Arief kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/2).
Dia menilai, jika generasi milenium tidak mampu membeli hunian di kota akibat pendapatan yang hanya naik 10 persen per tahun dan kenaikan harga tanah hingga 15-20 persen akibat permainan mafia pengembang menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi sudah gagal menciptakan kenaikan taraf hidup masyarakat kelas menengah di perkotaan.
"Apalagi, buruh yang UMR (upah minimum regional) hanya naik berdasarkan nilai inflasi tidak akan pernah mimpi punya hunian tinggal di kota. Paling mampunya di rumah kontrakan petak, itupun patungan. Sudah jelas Joko Widodo gagal total. Harga tanah di ibu kota atau kota metropolitan negara anggota G20 memang pasti tinggi, tapi hanya Indonesia saja generasi mileniumnya yang tidak mampu beli," beber Arief.
Untuk itu, pemerintah harus menciptakan kota industri dan kota satelit di daerah-daerah dengan fasilitas mendekati fasilitas ibu kota dengan sistem kepemilikan tanah yang lebih baik. Sehingga bisa membuka lapangan kerja baru dan generasi milenium bisa bekerja dan tingkat pendapatan naik. Dan secara otomatis akan menciptakan penurunan harga hunian di ibu kota akibat pindahnya warga kota jakarta ke kota-kota satelit.
"Kalau dengan mengunakan cara-cara pengelolaan dan kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh Joko Widodo dengan konsep yang pasti gagal dan tidak jelas untuk menyediakan hunian murah di kota, maka generasi milinium tidak akan pernah bisa memiliki hunian di kota. Dan paling-paling mengontrak di apartemen dan rumah petakan," tegas Arief yang juga wakil ketua umum Partai Gerindra. (rmol)
Ketua Umum Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono menjelaskan, hal itu akibat kebijakan pemerintah yang menaikkan pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sangat tinggi di Jakarta. Kemudian akibat sektor properti hunian di Jakarta dan kota-kota besar lain dijadikan semacam produk di pasar modal dengan melakukan bubble harga hunian properti oleh para mafia pengembang, yang berakibat tingginya harga properti. Lalu akibat bunga pinjaman kredit perbankan untuk sektor properti yang sangat tinggi di atas 12 persen dibandingkan negara-negara di Asean. Dan ditambah tingkat kenaikan pendapatan masyarakat yang makin menurun dan tergerus oleh inflansi dan nilai tukar rupiah yang makin jeblok terhadap dolar Amerika Serikat.
"Hancurnya industri bahan baku untuk sektor properti akibat deindustrialisasi yang terjadi. Maka menyebabkan 70 persen bahan baku untuk pengembangan properti belum mengunakan bahan baku lokal alias masih harus impor, seperti furniture, besi dan lainnya," beber Arief kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/2).
Dia menilai, jika generasi milenium tidak mampu membeli hunian di kota akibat pendapatan yang hanya naik 10 persen per tahun dan kenaikan harga tanah hingga 15-20 persen akibat permainan mafia pengembang menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi sudah gagal menciptakan kenaikan taraf hidup masyarakat kelas menengah di perkotaan.
"Apalagi, buruh yang UMR (upah minimum regional) hanya naik berdasarkan nilai inflasi tidak akan pernah mimpi punya hunian tinggal di kota. Paling mampunya di rumah kontrakan petak, itupun patungan. Sudah jelas Joko Widodo gagal total. Harga tanah di ibu kota atau kota metropolitan negara anggota G20 memang pasti tinggi, tapi hanya Indonesia saja generasi mileniumnya yang tidak mampu beli," beber Arief.
Untuk itu, pemerintah harus menciptakan kota industri dan kota satelit di daerah-daerah dengan fasilitas mendekati fasilitas ibu kota dengan sistem kepemilikan tanah yang lebih baik. Sehingga bisa membuka lapangan kerja baru dan generasi milenium bisa bekerja dan tingkat pendapatan naik. Dan secara otomatis akan menciptakan penurunan harga hunian di ibu kota akibat pindahnya warga kota jakarta ke kota-kota satelit.
"Kalau dengan mengunakan cara-cara pengelolaan dan kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh Joko Widodo dengan konsep yang pasti gagal dan tidak jelas untuk menyediakan hunian murah di kota, maka generasi milinium tidak akan pernah bisa memiliki hunian di kota. Dan paling-paling mengontrak di apartemen dan rumah petakan," tegas Arief yang juga wakil ketua umum Partai Gerindra. (rmol)
0 komentar:
Posting Komentar