Portal Berita Islam Terpercaya

Selasa, 13 Desember 2016

Inilah Tata Cara Shalat Gerhana yang Sesuai Sunnah

Beginilah tata cara shalat gerhana yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.
Shalat gerhana

bersamaislam.com - Agama Islam telah mengajarkan bahwa peristiwa Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan adalah sebuah peristiwa astronomi yang menjadi bukti kebesaran Allah SWT dan tidak berkaitan dengan hal yang bernuansa klenik seperti nasib buruk seseorang atau nasib sebuah negara.

Seperti dilansir situs resmi Muhammadiyah, sejumlah peristiwa Gerhana Matahari telah terjadi di Indonesia, diantaranya Gerhana Matahari Total yang terjadi pada 11 Juni 1983 dan pada 18 Maret 1988 serta Gerhana Matahari Cincin pada tanggal 15 Januari 2010 dan tanggal 29 April 2014. Selanjutnya Gerhana Matahari total diperkirakan akan terjadi di wilayah Indonesia pada tanggal 20 April 2023 dan Gerhana Matahari Cincin berikutnya diperkirakan akan terjadi di Indonesia pada tanggal 26 Desember 2019. Para ulama mengungkapkan bahwa peristiwa gerhana tersebut harus disikapi dengan ilmiah dan diiringi dengan berdzikir dan berdoa melalui ibadah shalat gerhana.

1. Dasar Shalat Gerhana
Salah satu dasar hukum Shalat Gerhana diambil dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai.
"Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) beliau berkata: Pernah saat terjadi gerhana matahari lalu
Rasulullah saw memerintahkan kepada seseorang untuk menyerukan ash-shalaatu jamii'ah. Kemudian semua orang berkumpul kemudian Rasulullah SAW melakukan shalat dan mengimami mereka semua. Kemudian beliau bertakbir dan membaca tasyahhud. Kemudian mengucapkan salam. Setelah itu beliau berdiri di depan para jamaah dan kemudian bertahmid dan memuji Allah SWT. Kemudian beliau berkata: Sesungguhnya Matahari dan Bulan tak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang namun keduanya adalah dua dari tanda kebesaran Allah SWT. Dan apabila yang mana pun atau salah satunya mengalami gerhana, maka segeralah kembali kepada Allah dengan zikir melalui shalat." (HR. An-Nasai).

Selain itu ada juga dasar dari hadits Imam Muslim yang menguatkan hukum shalat gerhana.

"Dari ‘Aisyah, istri Nabi SAW (diriwayatkan) bahwa beliau berkata: Pernah terjadi
gerhana matahari pada masa hidup Nabi SAW lalu beliau keluar ke mesjid dan kemudian
berdiri dan bertakbir, dan kemudian orang banyak berdiri bershaf-shaf di belakang beliau. Rasulullah
SAW membaca (surat Al-Fatihah dan surat lain) yang panjang, kemudian beliau bertakbir lalu melakukan rukuk yang lama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya sambil mengucapkan sami‘allaahu liman haamidah, rabbanaa wa lakal hamdu. Lalu berdiri serta membaca (Surat Al-Fatihah dan surat lainnya) yang panjang namun lebih pendek dari surat yang pertama. Kemudian beliau bertakbir dan rukuk yang lama akan tetapi lebih pendek dari rukuk yang pertama. Kemudian beliau mengucapkan sami‘allaahu liman haamidah, rabbanaa wa lakal hamdu. Kemudian beliau melakukan sujud. Sesudah itu pada saat rakaat terakhir (kedua), beliau melakukan persis seperti yang dilakukan pada rakaat pertama, sampai selesai mengerjakan empat kali rukuk dan empat kali sujud. Kemudian matahari terang (selesai gerhana) sebelum beliau selesai mengerjakan shalat. Kemudian sesudah itu beliau berdiri dan berkhotbah kepada para jamaah dan beliau mengucapkan pujian kepada Allah SWT sebagaimana biasanya. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka segeralah shalat." (HR. Muslim)

2. Waktu Shalat Gerhana dan Orang yang dapat mengerjakannya
Shalat gerhana dapat dilaksanakan pada saat terjadinya gerhana sampai dengan selesainya gerhana,
baik pada saat terjadinya gerhana Matahari ataupun saat gerhana Bulan. Baik pada saat gerhana total ataupun gerhana sebagian. Apabila gerhana telah selesai namun shalat masih berjalan, maka shalat gerhana tetap dilanjutkan dengan mempersingkat bacaan shalat.
Sedangkan orang yang dapat mengerjakan shalat gerhana tersebut adalah mereka yang
berada di wilayah yang dilintasi gerhana. Sedangkan orang yang berada di kawasan yang tidak dilintasi gerhana tidak perlu mengerjakan shalat tersebut.

3. Tata Cara Shalat Gerhana
Adapun tatacara shalat gerhana dilaksanakan dengan berjamaah, tanpa adzan serta iqamah.
Dengan jumlah dua rakaat, setiap rakaat melakukan ruku', qiyam serta sujud dua kali.
Sedangka terkait lokasi, shalat gerhana bisa dilakukan di lapangan yang luas ataupun di dalam masjid. Sedangkan urutan tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:
1. Sang imam menyerukan kata ash-shalatu jami‘ah.
2. Membaca Takbiratul-Ihram, kemudian membaca surah al-Fatihah serta surah yang panjang dengan jahar atau bersuara lantang.
3. Ruku' dengan membacakan tasbih dengan durasi yang lama.
4. Kemudian mengangkat kepala sambil membaca sami‘allahu li man hamidah, kemudian makmum membaca bacaan rabbana wa lakal-hamd.
5. Kemudian berdiri tegak dan membaca al-Fatihah serta surat panjang namun lebih pendek dari yang
pertama.
6. Ruku' sambil membaca tasbih dengan durasi yang lama namun lebih singkat dari yang pertama.
7. Kemudian bangkit dari rukuk dengan membaca lafadz sami‘allahu li man hamidah, rabbana wa lakalhamd.
8. Setelah itu sujud
9. Kemudian melakukan duduk di antara dua sujud
10. Sujud lagi
11. Setelah bangkit dari sujud kemudian berdiri tegak mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama.
12. Terakhir adalah salam
13. Setelah menunaikan shalat, sang imam berdiri dan menyampaikan khutbah satu kali yang berisi nasehat dan peringatan agar muslim menyadari tanda-tanda kekuasaan Allah. Kemudian mengajak untuk memperbanyak istighfar, sedekah serta berbuat berbagai kebaikan kepada sesama manusia dan makhluk Allah SWT.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.