Tjahjo Kumolo: Saya Tak Akan Mengubah Keputusan Pengaktifan Kembali Pak Basuki
MuslimCyber.id - Menteri asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini kemarin menyambangi Ombudsman, setelah dilaporkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Ombudsman atas dugaan maladministrasi terkait kebijakannya mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI. Berikut pernyataan Menteri Tjahjo seusai bertemu Ombudsman RI:
Apa hasil pertemuan anda dengan Ombudsman?
Kami sampaikan terima kasih bahwa kami diundang. Kami mencatat semua masukan-masukan seluruh anggota Ombudsman, termasuk bapak ketua yang memberikan saran dan pandangan.
Apa saran Ombudsman?
Ombudsman memberikan saran yang sangat bagus. Menurut mereka kasus ini bisa menimbulkan implikasi permasalahan. Mereka meminta supaya Kemendagri menegaskan keputusan yang diambil, supaya jangan sampai mengganggu pelayanan publik.
Lantas apa langkah yang akan anda ambil setelah mendengarkan saran Ombudsman?
Kami tidak akan melakukan apa -apa. Sikap saya tidak berubah, saya belum akan menonaktifkan saudara Basuki. Saya akan menunggu fatwa dari Mahkamah Agung (MA), atau tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Lho bukankah anda sudah yakin kalau Mahkamah Agung tak akan mengeluarkan fatwa?
Soal fatwa MA, kami tidak memaksakan MA mau buat fatwa atau tidak. Karena statemen Ketua MA menyerahkan ke Mendagri, jadi apa yang sudah saya anggap benar, ya itu benar. Jadi, ya sudah.
Saya tidak akan mengubah keputusan, soal mengaktifkan kembali Pak Basuki menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Tetapi kebijakan anda itu kan banyak yang memerotesnya. Melihat itu apakah anda ingin merevisi kebijakan itu, anda kan bisa menggunakan diskresi yang anda miliki?
Sejumlah pihak memang menanyakan ada tidaknya diskresi Kemendagri memberhentikan sementara Ahok. Tapi saya tidak bisa keluarkan karena ini negara hukum.
Kalau kami keluarkan diskresi tanpa ada dasar hukum yang menurut Kemendagri tidak kuat, kami bisa digugat balik.
Masak sih...
Saya tuh pernah memberhentikan dengan tidak hormat bupati yang tertangkap tangan menggunakan narkoba. Hingga saat ini, keputusan itu terus digugat ke pengadilan. Sampai tingkat banding, kasasi, saya kalah terus di pengadilan. Alasannya, wong ini orang belum diputus hukum kok sudah diberhentikan. Yang jelas narkoba saja saya digugat kok, apalagi ini.
Salah satu klausal penonaktifan kepala daerah di dalam Undang-Undang Pemda itu kan jika tuntutannya 5 tahun. Dengan begitu berarti sudah ada dasar dong untuk menonaktifkan Ahok...
Saya meyakini bahwa antara Undang -Undang Pemerintah Daerah (Pemda) dan dakwaan itu multitafsir. Maka saya yakin betul, saya bisa pertanggungjawabkan kepada Pak Presiden apa yang saya putuskan untuk belum memberhentikan, belum lho ya, belum memberhentikan sementara ini karena multitafsir.
Jadi anda pasti tidak akan menggunakan diskresi untuk memberhentikan Ahok?
Tidak, karena saya tidak bisa ambil diskresi tanpa dasar yang kuat. Secara aspek yuridis, pembuktian salah atau tidak seseorang itu hanya dapat ditentukan melalui putusan hakim melalui jalur pengadilan. Sebelum ada putusan pengadilan, seseorang belum bisa dinyatakan bersalah.
Saat pilkada serentak kemarin banyak warga yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya?
Hal itu terjadi karena keterbatasan jumlah surat suara. Surat suara, kemarin memang kami mintakan dibakar, sepakat. Tetap setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilebihkan 2,5 persen. Kalau enggak, surat suara yang sudah menumpuk di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa disalahgunakan. Pengalaman yang sudah-sudah ya, 2,5 persen ketentuannya.
Tapi kok bisa tidak mencukupi?
Ternyata 56 ribu penduduk DKIyang belum terdaftar itu, tidak mendaftar, tidak merekam ulang e-KTP luar biasa ikut datang. Nah, ya mentok, di daftar dia tidak ada, datangnya jam12.00 WIB, 12.30 WIB, sisa 2,5 persen kartu suara sudah habis, ya enggak sempat lari ke sana. Kalau sempat lari ke TPS lain, beda dengan domisilnya nggak bisa, dan sampai di sana kartunya sudah habis juga.
Lantas apakah akan dilakukan penambahan surat suara pada putaran kedua Pilkada DKI Jakata nanti?
Ini yang akan kami diskusikan dengan KPU. Memang karena sisa kartu suara yang sesuai aturan hanya 2,5 persen disisakan buat penduduk-penduduk tadi yang belum masuk DPT. Nanti akan saya (jadikan,-red) sebagai bahan buat KPU, untuk khsusus semua daerah. Tapi secara keseluruhan tingkat partisipasi sudah cukup bagus, setidaknya di atas 65 persen. Masih ada satu daerah itu hanya 7-8 TPS, karena faktor alam. Kemudian di Puncak Jaya juga karena faktor alam.
Secara keseluruhan aman, tertib, itu yang tadi kami laporkan kepada Pak Presiden. Selain itu akan ada untuk pengajuan revisi peraturan KPU lagi.
Tujuannya supaya hak-hak warga negara jangan sampai, tadi dia sudah niat datang, tapi dia salah loh ya, tidak terdaftar, tidak mau merekam dulu, mungkin orang sibuk lah karena di Jakarta, jadi supaya haknya tidak terganggu. Nah, itu bagaimana caranya. (rmol)
Apa hasil pertemuan anda dengan Ombudsman?
Kami sampaikan terima kasih bahwa kami diundang. Kami mencatat semua masukan-masukan seluruh anggota Ombudsman, termasuk bapak ketua yang memberikan saran dan pandangan.
Apa saran Ombudsman?
Ombudsman memberikan saran yang sangat bagus. Menurut mereka kasus ini bisa menimbulkan implikasi permasalahan. Mereka meminta supaya Kemendagri menegaskan keputusan yang diambil, supaya jangan sampai mengganggu pelayanan publik.
Lantas apa langkah yang akan anda ambil setelah mendengarkan saran Ombudsman?
Kami tidak akan melakukan apa -apa. Sikap saya tidak berubah, saya belum akan menonaktifkan saudara Basuki. Saya akan menunggu fatwa dari Mahkamah Agung (MA), atau tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Lho bukankah anda sudah yakin kalau Mahkamah Agung tak akan mengeluarkan fatwa?
Soal fatwa MA, kami tidak memaksakan MA mau buat fatwa atau tidak. Karena statemen Ketua MA menyerahkan ke Mendagri, jadi apa yang sudah saya anggap benar, ya itu benar. Jadi, ya sudah.
Saya tidak akan mengubah keputusan, soal mengaktifkan kembali Pak Basuki menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Tetapi kebijakan anda itu kan banyak yang memerotesnya. Melihat itu apakah anda ingin merevisi kebijakan itu, anda kan bisa menggunakan diskresi yang anda miliki?
Sejumlah pihak memang menanyakan ada tidaknya diskresi Kemendagri memberhentikan sementara Ahok. Tapi saya tidak bisa keluarkan karena ini negara hukum.
Kalau kami keluarkan diskresi tanpa ada dasar hukum yang menurut Kemendagri tidak kuat, kami bisa digugat balik.
Masak sih...
Saya tuh pernah memberhentikan dengan tidak hormat bupati yang tertangkap tangan menggunakan narkoba. Hingga saat ini, keputusan itu terus digugat ke pengadilan. Sampai tingkat banding, kasasi, saya kalah terus di pengadilan. Alasannya, wong ini orang belum diputus hukum kok sudah diberhentikan. Yang jelas narkoba saja saya digugat kok, apalagi ini.
Salah satu klausal penonaktifan kepala daerah di dalam Undang-Undang Pemda itu kan jika tuntutannya 5 tahun. Dengan begitu berarti sudah ada dasar dong untuk menonaktifkan Ahok...
Saya meyakini bahwa antara Undang -Undang Pemerintah Daerah (Pemda) dan dakwaan itu multitafsir. Maka saya yakin betul, saya bisa pertanggungjawabkan kepada Pak Presiden apa yang saya putuskan untuk belum memberhentikan, belum lho ya, belum memberhentikan sementara ini karena multitafsir.
Jadi anda pasti tidak akan menggunakan diskresi untuk memberhentikan Ahok?
Tidak, karena saya tidak bisa ambil diskresi tanpa dasar yang kuat. Secara aspek yuridis, pembuktian salah atau tidak seseorang itu hanya dapat ditentukan melalui putusan hakim melalui jalur pengadilan. Sebelum ada putusan pengadilan, seseorang belum bisa dinyatakan bersalah.
Saat pilkada serentak kemarin banyak warga yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya?
Hal itu terjadi karena keterbatasan jumlah surat suara. Surat suara, kemarin memang kami mintakan dibakar, sepakat. Tetap setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilebihkan 2,5 persen. Kalau enggak, surat suara yang sudah menumpuk di Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa disalahgunakan. Pengalaman yang sudah-sudah ya, 2,5 persen ketentuannya.
Tapi kok bisa tidak mencukupi?
Ternyata 56 ribu penduduk DKIyang belum terdaftar itu, tidak mendaftar, tidak merekam ulang e-KTP luar biasa ikut datang. Nah, ya mentok, di daftar dia tidak ada, datangnya jam12.00 WIB, 12.30 WIB, sisa 2,5 persen kartu suara sudah habis, ya enggak sempat lari ke sana. Kalau sempat lari ke TPS lain, beda dengan domisilnya nggak bisa, dan sampai di sana kartunya sudah habis juga.
Lantas apakah akan dilakukan penambahan surat suara pada putaran kedua Pilkada DKI Jakata nanti?
Ini yang akan kami diskusikan dengan KPU. Memang karena sisa kartu suara yang sesuai aturan hanya 2,5 persen disisakan buat penduduk-penduduk tadi yang belum masuk DPT. Nanti akan saya (jadikan,-red) sebagai bahan buat KPU, untuk khsusus semua daerah. Tapi secara keseluruhan tingkat partisipasi sudah cukup bagus, setidaknya di atas 65 persen. Masih ada satu daerah itu hanya 7-8 TPS, karena faktor alam. Kemudian di Puncak Jaya juga karena faktor alam.
Secara keseluruhan aman, tertib, itu yang tadi kami laporkan kepada Pak Presiden. Selain itu akan ada untuk pengajuan revisi peraturan KPU lagi.
Tujuannya supaya hak-hak warga negara jangan sampai, tadi dia sudah niat datang, tapi dia salah loh ya, tidak terdaftar, tidak mau merekam dulu, mungkin orang sibuk lah karena di Jakarta, jadi supaya haknya tidak terganggu. Nah, itu bagaimana caranya. (rmol)
0 komentar:
Posting Komentar