Boikot Rapat Karena Ahok, DPRD DKI Tunggu Surat Mendagri
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Triwisaksana atau Sani akan menyurati Kementerian Dalam Negeri untuk meminta kepastian status hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sampai ada kepastian tersebut, empat fraksi DPRD akan menolak melakukan rapat bersama eksekutif.
Adapun empat fraksi yang sepakat memboikot pihak eksekutif atas ketidakjelasan status Ahok adalah Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa.
"Kami akan menyurati Mendagri. Surat dari Mendagri yang baru turun adalah surat pemberhentian pelaksana tugas gubernur (Sumarsono), tapi belum surat putusan pengaktifan kembali (Ahok)," ujar Sani saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat, 17 Februari 2017.
Dalam surat itu nanti, Sani menuturkan akan meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk mengeluarkan surat tertulis terkait dengan status Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta sekaligus terdakwa dugaan penodaan agama. Hal tersebut dilakukan supaya tidak ada perselihan dan sesuatu yang cacat hukum dari kebijakan yang dikeluarkan di kemudian hari.
Sani menuturkan pemboikotan tersebut akan terus dilakukan hingga Tjahjo mengeluarkan surat kepastian hukum. Anggota Fraksi PKS ini juga menyayangkan sikap Tjahjo yang baru meminta tafsir soal kepastian hukum kepada Mahkamah Agung saat Ahok telah masuk kembali ke pemerintahan.
"Sebab asumsi dari para pakar hukum, apalagi ada preseden dari kepala daerah yang lain itu kan seharusnya nonaktif. Seperti di Banten, Sumatera Utara, dan sebagainya. Ini kayaknya enggak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah pusat," ujar Sani.
Sani enggan menyebut ada perlakuan spesial terhadap Ahok mengingat Tjahjo juga berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai pengusung Ahok dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017. "Saya enggak tahu. Makanya kami hanya berpegang kepada surat tertulis. Jadi bukan pernyataan. Kami minta surat tertulis sebagai payung hukum bagi DPRD untuk berkomunikasi atau rapat kerja dengan eksekutif," kata dia.
sumber : tempo
0 komentar:
Posting Komentar